Zainal

Welcome to blogger Zainal Masri > Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ibadah puasa, di dalam ibadah puasa itu ada terkandung banyak nilai pendidikan di antaranya yaitu (Nilai pendidikan jasmani, Nilai pendidikan rohani dan Nilai pendidikan sosial) semoga bermanfaat, bisa menambah ilmu dan wawasan pembaca, dan yang terpentingnya lagi adalah Aplikasikanlah nilai-nilai pendidikan tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari dimana saja kita berada...

Rabu, 29 Januari 2014

Puasa dari Kejahatan Korupsi


(Oleh : Jeffrie Geovanie)
Tanggal:

 Foto dokumentasi Saya ketika lomba  
Pidato bertema kebangsaan "Indonesia Bangkit Lawan Korupsi"
 Jeffrie Geovanie
 

Pada kolom saya sebelumnya sudah dijelaskan bahwa banyaknya keistimewaan berpuasa di bulan Ramadhan ternyata menimbulkan efek samping munculnya para pengemis dadakan (miskin dengan dibuat-buat) serta munculnya sejumlah kalangan yang “sok suci” dengan memberikan “hukuman” atau men-sweeping orang-orang yang dianggap merusak ibadah Ramadhan.

Pada kesempatan kali ini saya ingin mengajukan satu pertanyaan yang penting untuk menjadi bahan renungan bersama pada saat kita berada dalam suasana Ramadhan yang penuh hikmah. Pertanyaan yang dimaksud adalah: bisakah kita puasa dari kejahatan korupsi?
Banyak kejahatan yang  biasa dilakukan manusia seperti pencurian, pemerkosaan, pembunuhan, perampokan, dan lain-lain yang dampaknya sangat buruk bagi keharmonisan kehidupan bersama.

Tapi di antara semua kejahatan itu, ada satu yang paling banyak dikecam karena dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Itulah kejahatan korupsi. Tapi, disadari atau tidak, korupsi merupakan jenis kejahatan yang terus mengintai kehidupan kita, dan kadang-kadang bisa membuai, membuat kita tersanjung.

Coba perhatikan ilustrasi berikut ini: semua manusia pasti dianggap baik pada saat punya hubungan baik dengan teman, sahabat, dan sanak saudaranya. Pada saat ada di antara teman, sahabat, atau sanak saudara itu menjadi pejabat negara, tentu semua akan merasa senang, berbahagia, dan bersyukur. Tapi pada saat pejabat negara itu menolak permintaan bantuan, tentu akan dianggap pelit, atau telah menjadi kacang lupa kulit.

Sebaliknya jika pejabat negara itu suka menolong, membantu yang sedang kesusahan, misalnya dengan memberikan sejumlah besar uang, pasti ia akan dianggap sebagai pejabat yang pemurah, berbudi baik,  tetap rendah hati dan tidak berubah perangainya walau sudah menjadi pejabat negara.

Tapi, bagaimana jika pejabat negara itu gajinya pas-pasan (hanya bisa untuk membiayai hidup dan kebutuhan diri dan keluarganya), lantas darimanakah uang yang ia sumbangkan agar dirinya tetap dianggap baik, pemurah, dan rendah hati?

Di sinilah dorongan untuk korupsi terjadi. Dan pada saat ia terbukti melakukan korupsi, walau sudah ditangkap KPK dan dinyatakan bersalah, biasanya akan tetap dibela oleh keluarga dan sanak saudaranya. Karenanya jangan heran jika ada koruptor yang tetap dianggap baik, dan bahkan dielu-elukan pada saat keluar dari penjara.

Itulah kejahatan korupsi, kadang menjelma menjadi seperti kebaikan. Upaya pemberantasannya selalu menghadapi berbagai kendala karena pada faktanya memang amat sulit dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Menumbuhkan kesadaran bahwa korupsi merupakan kejahatan –apalagi sebagai kejahatan luar biasa, bukan perkara gampang.

Ibadah puasa diyakini bisa mencegah tindakan kejahatan, termasuk kejahatan korupsi. Tapi fungsi konstruktif puasa ini akan tetap menjadi harapan jika puasa kita tak disertai kesadaran, tidak disertai upaya yang sungguh-sungguh untuk menghindari segala bentuk kejahatan.

Selain kesadaran individual (yang tumbuh dari dirikita masing-masing), yang tak kalah penting adalah kesadaran kolektif dari seluruh warga negara. Kesadaran individual tak akan berdampak positif jika tidak dibarengi kesadaran kolektif. Maka dampak dari pelaksanaan puasa yang kita harapkan tak sekedar kesalehan individual, tapi yang lebih penting adalah tumbuhnya kesalehan sosial. Yakni kesalehan yang berdampak kontsruktif bagi tatanan masyarakat yang secara objektif bisa dirasakan manfaatnya oleh semua orang, termasuk orang-orang yang tak menjalankan puasa baik karena berhalangan atau berbeda agama.

Maka, puasa yang benar adalah tak sekadar menahan lapar, dahaga, dan bersebadan dengan pasangan dari terbit fajar hingga matahari tenggelam. Puasa yang benar harus disertai pula dengan puasa dari perkataan dan perbuatan yang buruk dan berdampak tidak baik bagi kehidupan bersama.

Puasa dari kejahatan korupsi adalah salah satu manifestasi dari upaya menjalankan puasa yang sebenar-benarnya.
Sumber: http://jeffriegeovanie.com/index.php/artikel/budaya-sejarah/318-puasa-dari-kejahatan-korupsi